Kali
ini aku merasakan penyesalan yang sangat pahit, lebih dari penyesalan yang
sebelumnya pernah aku rasakan. Dibilang kebal juga tidak, rasanya tetap kecewa
atas pilihan-pilihan yang pernah kubuat. Aku hanya berusaha untuk tidak
mengeluh, berusaha untuk ikhlas menerima apa yang telah ditakdirkan untukku.
Aku selalu meyakinkan diriku bahwa nanti ada suatu masa yaitu saat dimana aku
benar-benar bahagia dengan pilihan dalam hidupku, saat dimana aku bisa
merasakan kebahagiaan sejati dan tulus dari hati ini, bukan sekedar senyum
palsu. Entah kapan saat itu akan terjadi, tapi aku hanya rindu tertawa
selepas-lepasnya tanpa adanya suatu beban.
Kebahagiaan
yang aku impikan adalah berasal dari hasil usahaku sendiri tanpa ada
bayang-bayang orang lain, tahukah kau tentang maksud kalimatku ini. Maksudku kebahagiaan
yang aku peroleh bukan berasal dari belas kasihan orang lain. Miris memang jika
mengingat pilihan-pilihanku yang diakhiri dengan penyesalan. Sering aku
menjalani sebuah pilihan dimana aku merasa itu bukan duniaku. Jadi aku hanya
mencoba untuk menikmati pilihanku itu sambil bersabar akan ada suatu yang indah
nantinya.
Ya,
sugesti itu memang benar-benar aku terapkan dalam hidupku, aku percaya akan
sebuah keseimbangan yang ditakdirkan Tuhan. Inilah yang kusebut Teori
Keseimbangan Hidup, yang membuatku bertahan untuk terus mensyukuri segala hal,
karena dalam hal tertentu aku merasa lebih beruntung dari orang lain. Sebuah
teori kepasrahan mungkin lebih tepatnya, dimana ketika aku melihat orang lain
mempunyai suatu bakat yang luar biasa sedangkan aku tidak. Aku terkadang
mencari keseimbangan orang tersebut. Dia punya bakat hebat namun ternyata dia
tidak mempunyai keluarga yang utuh. Nah saat itulah aku merasa bersyukur karena
meskipun aku tidak mempunyai bakat sehebat dia, tapi aku mempunyai sebuah keluarga
utuh yang harmonis.
Aku
bukan orang yang selalu bercerita kepada orang lain setiap aku mempunyai
kesulitan, saat aku bisa melakukan hal itu sendiri maka akan kulakukan sendiri.
Aku tidak ingin orang lain tahu saat aku sedang kesusahan atau terpuruk, aku
tidak ingin mereka melihatku sebagai orang yang lemah. Belakangan aku tahu
ternyata ini merupakan sifat yang diturunkan ibu padaku. Namun, aku juga tahu
saat dimana aku harus meminta bantuan orang lain.
“Ya Alloh
aku percaya Kau lebih tahu apa yang terbaik untukku lebih dari diriku sendiri.
Aku percaya rencanaMu indah. Ada hal yang memang sedang Kau persiapkan untukku,
aku akan menunggu itu, dan untuk sementara ini aku hanya perlu sabar. Layaknya
seekor ulat yang harus berpuasa untuk berubah menjadi kupu-kupu yang cantik”.
0 komentar:
Posting Komentar