Setujukah anda jika mendengar judul di atas ini? Setiap
orang pastinya akan mempunyai perspektif sendiri tentang setuju atau tidaknya
jika kualitas pemimpin kita tergantung pula dari kualitas pemilihnya. Bicara
mengenai demokrasi, terutama yang terjadi saat ini di negara kita dimana salah
satu implementasinya adalah dengan diadakannya pemilihan langsung oleh rakyat,
sebagai contohnya adalah tentang pemilihan langsung kepala daerah ( pilkada ). Dengan
diadakannya pilkada ini tentunya dinilai sangat demokratis, karena rakyat yang
dianggap lebih dekat dengan calon pemimpinnya dapat memilih sendiri calonnya. Padahal
demokrasi sebenarnya hanya menjanjikan akuntabilitas namun tidak menjanjikan
efektifitas, efisiensi dan kesejahteraan. Jadi, benarkah calon yang dipilih
oleh rakyat merupakan calon yang berkualitas yang bisa mengantarkan rakyat pada
kesejahteraan? Sepertinya tidak selalu calon yang terpilih adalah yang baik,
malah terkadang yang terjadi justru sebaliknya.
Dalam mata
kuliah otonomi daerah yang saya ikuti, dosen saya pernah bercerita tentang
suatu pemilihan kepala desa di desa x. Diantara para calon terdapat calon yang
sangat diunggulkan karena memang dia dinilai mampu dalam memimpin desanya.
Setelah penghitungan suara usai, ternyata hasilnya sangat mengejutkan justru calon
yang diunggulkan tadi kalah dalam pemilihan, dan calon yang undergo atau tidak
diperhitungkan justru yang menang. Saat beberapa orang dari desa sebelah
bertanya mengapa terjadi hal yang demikian, ternyata ada seseorang yang
mengatakan bahwa jika desanya dipimpin oleh orang yang pintar maka nanti akan
terlalu banyak kegiatan seperti sering kerja bakti atau sering mengadakan
rapat-rapat. Betapa ironisnya kejadian ini, karena pemikiran para warganya yang
sangat sederhana tadi, bagaimana desanya ingin maju jika warganya saja seperti
cerita di atas.
Hal inilah
yang sering terjadi dalam pilkada, dimana golongan grassroot yang merupakan
masyarakat yang diidentifikasikan dengan pendidikan rendah, ekonomi lemah dan
status masyarakat tradisional merupakan masyarakat mayoritas dalam struktur
kelas politik kita. Golongan inilah yang sering diburu oleh para calon pemimpin
ketika sedang marak-maraknya pemilihan umum karena golongan ini cenderung mudah
untuk dipengaruhi dan dianggap tidak terlalu kritis terhadap penguasa. Melihat
realita saat ini dimana banyak pemimpin yang kita pilih justru tidak dapat
menyampaikan aspirasi rakyat sepenuhnya, namun mereka lebih senang memperkaya
dirinya dengan melakukan korupsi dan lain-lain.
Lantas
bagaimana solusinya, dalam hal ini saya mungkin setuju jika sebaiknya kepala daerah
dipilih saja oleh DPRD. Meskipun dalam hal ini tetap saja ada
kepentingan-kepentingan politik di dalamnya, namun setidaknya tidak membutuhkan
biaya yang begitu besar seperti yang digunakan dalam pilkada. Dana yang besar
tadi bisa dimanfaatkan lebih baik untuk keperluan rakyat. Sehingga tidak ada
lagi cerita tentang pemimpin yang korupsi akibat membiayai hutang-hutangnya
yang sebelumnya dia gunakan untuk membiayai dana kampanye yang begitu besar.
Besar harapan kita agar pemimpin kita adalah pemimpin yang benar-benar dapat
mewakili kepentingan rakyatnya.