Aspek Penilaian Behavioristik
dan Kontruktivistik
1. Teori Behavioristik
Behavioristik adalah teori
perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan oleh respons
pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat
dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang
diinginkan. Hukuman kadang-kadang digunakan dalam menghilangkan atau mengurangi
tindakan tidak benar, diikuti dengan menjelaskan tindakan yang diinginkan.
Pendidikan behaviorisme merupakan kunci dalam mengembangkan keterampilan dasar
dan dasar-dasar pemahaman dalam semua bidang subjek dan manajemen kelas.
Belajar adalah perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984). Belajar merupakan
akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Belajar yang
penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Teori
ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting
oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement).
Penilaian menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah,
dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Penilaian hasil belajar
menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila siswa menjawab secara “benar”
sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah
menyelesaikan tugas belajarnya. Penilaian belajar dipandang sebagi bagian yang
terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai
kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan penilaian pada kemampuan siswa
secara individual
Penilaian hasil belajar atau
pengeta-huan siswa dipandang sebagai bagian dari pembelajaran, dan biasanya
dilakukan pada akhir pelajaran dengan cara testing.
2. Teori Kontruktivisme
Pandangan
konstruktivisme mengemukakan bahwa belajar merupakan usaha memberi makna oleh siswa
terhadap pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju kepada
pembentukan struktur kognitifnya. Proses belajar sebagai usaha pemberian makna
oleh siswa kepada pengalamnnya melalui proes asimilasi dan akomdasi, akan
membentuk suatu konstruksi pengetahuan yang menuju kepada kemutakhiran struktur
kognitifnya. Guru-guru konsytruktivistik yang mengakui dan menghargai dorongan
diri manusia/siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, kegaiata
pembelajaran yang dilakukannya akan diarahkan agar terjadi aktivitas konstruksi
pengetahuan oleh siswa secara optimal. Konstruktivisme
merupakan teori belajar dari piaget. Konstruktivisme juga bagian dari teori
kognitif (Muchith, 2008:71).
Pandangan konstruktivistik
mengemukakan bahwa realitas ada pada pikiran seseorang. Manusia mengkonstruksi
dan menginterpretasikannya berdasarkan pengalamannya. Konstruktivistik
mengarahkan perhatiannya pada bagaimana seseorang mengkonstruksi pengetahuan dari
pengalamannya, struktur mental, dan keyakinan yang digunakan untuk
menginterpretasikan objek dan peristiwa-peristiwa. Pandangan konstruktivistik
mengakui bahwa pikiran adalah instrumen penting dalam menginterpretasikan
kejadian, objek, dan pandangan terhadap dunia nyata, dimana interpretasi
tersebut terdiri dari pengetahuan dasar manusia secara individual.
Penilaian belajar pandangan konstruktivistik menggunakan goal-free evaluation, yaitu suatu konstruksi untuk
mengatasi kelemahan penilaian pada tujuan spesifik. Penilaian akan lebih
obyektif jika evaluator tidak diberi informasi tentang tujuan selanjutnya. Jika
tujuan belajar diketahui sebelum proses belajar dimulai, proses belajar dan
penilaiannya akan berat sebelah. Pemberian kriteria pada penilaian mengakibatkan
pengaturan pada pembelajaran. Tujuan belajar mengarahkan pembelajaran yang juga
akan mengontrol aktifitas belajar siswa.
Pembelajaran dan penilaian yang
menggunakan kriteria merupakan prototipe obyektifis/behavioristik, yang tidak
sesuai bagi teori konstruktivistik. Hasil belajar konstruktivistik lebih cepat
dinilai dengan metode penilaian goal-free. Penilaian yang digunakan untuk menilai
hasil belajar konstruktivistik, memerlukan proses pengalaman kognitif bagi
tujuan-tujuan konstruktivistik.
Bentuk-bentuk penilaian
konstruktivistik dapat diarahkan pada tugas-tugas autentik, mengkonstruksi
pengetahuan yang menggambarkan proses berfikir yang lebih tinggi seperti
tingkat “penemuan” pada taksonomi Merril, atau “strategi kognitif” dari Gagne,
serta “sintesis” pada taksonomi Bloom. Juga mengkonstruksi pengalaman siswa,
dan mengarahkan penilaian pada konteks yang luas dengan berbagai perspektif.
0 komentar:
Posting Komentar